{[['']]}
Saking bersemangatnya merawat kulit dan wajah sang istri, Fredi merasa perlu mempelajari teknik perawatan wajah. Bahkan, ia tak segan terbang ke Singapura untuk belajar di London Research Centre. Ia pun rajin mengikuti berbagai seminar kecantikan tingkat internasional. Kenyang menimba ilmu perawatan kecantikan di berbagai tempat, ditambah pula dengan praktik langsung merawat kulit dan wajah istrinya, ia lantas memberanikan diri membuat krim untuk keperluan itu. ?Daripada membeli krim di pasar yang belum tentu cocok untuk kulit dan iklim kita, lebih baik bikin sendiri,? ungkapnya. Ternyata, krim buatannya itu amat cocok buat kulit dan wajah tropis istrinya.
Merasa puas dengan krim sang suami, tanpa diminta Tantri lantas menceritakan keampuhan krim itu kepada kawan-kawannya yang notabene istri-istri pejabat daerah Klaten. Dari situlah produk ini mendapatkan konsumen pertama. Jalannya memang sederhana: para istri pejabat itu meminta Fredi membuatkan krim perawatan kulit dan wajah seperti yang ia buat untuk istrinya. Usaha ini kemudian diperluas Fredi dengan memproduksi krim perawatan lebih banyak dan memasarkannya langsung lewat beberapa keluarga. Ia memberinya merek Natasha, diambil dari nama anak keduanya.
Melihat Natasha diterima pasar, Fredi kemudian banting setir menjadi pengusaha jasa perawatan kecantikan beneran pada 1999. Ia mendirikan klinik perawatan wajah di Jl. Ponorogo, di rumah kakaknya Eliana. Klinik itu juga diberi nama Natasha ?-lengkapnya Natasha Skin Care. Alasannya? ?Nama ini kok kedengarannya enak, maka saya pakai aja sebagai merek,? ia menerangkan. Untuk mewujudkan bisnisnya itu, Fredi berani menanggalkan statusnya sebagai pegawai negeri. Ia bahkan berhenti menjadi dokter pribadi Bupati Klaten, meskipun Pak Bupati mengizinkannya bekerja rangkap.
Langkah berani Fredi rupanya berbuah manis. Nama Natasha Skin Care, yang sejak awal membidik kalangan ibu rumah tangga kelas menengah-atas, cepat meroket. Namun, dalam perkembangannya, tak sedikit kalangan mahasiswi yang ikut menjadi pasiennya. Bahkan, kaum Adam pun tak segan menggunakan jasa Natasha untuk merawat kulit dan wajah mereka. Di tempat ini ada ruang khusus untuk pasien pria. Menurut Fredi, ada dua paket yang ditawarkan Natasha: standar dan gold. Paket standar lebih banyak diarahkan untuk kelas menengah. Mereka di-charge Rp 150?200 ribu. Sementara itu, paket gold membidik segmen yang lebih atas lagi dengan tarif mencapai Rp 400 ribu. Dengan uang sejumlah itu, selain mendapat perawatan wajah langsung, pasien juga mendapat krim untuk perawatan selama sebulan. Krim perawatan kecantikan tersebut terdiri dari skin toner, krim pagi, sun block dan krim malam. ?Sebelum dirawat, pasien diperiksa dan difoto. Untuk apa difoto? ?Foto itu penting buat dokumentasi. Nantinya setelah perawatan, foto itu akan dijadikan alat pembanding guna melihat hasil perawatan Natasha,? jawab Fredi.
Tentu saja buat masyarakat Yogya, Madiun dan kota-kota kecil lainnya, uang Rp 200?400 ribu untuk perawatan kulit dan kecantikan termasuk mahal. Toh, bagi mereka yang peduli terhadap kecantikan, tarif segitu tidaklah seberapa. ?Dibanding hasil yang diperoleh, uang sebesar itu tidak ada artinya,? kata Novia Kolopaking, artis yang sudah lama menjadi pelanggan Natasha. Artis dan pemain sinetron Keluarga Cemara ini mengaku memiliki problem berkaitan dengan kulit wajahnya yang berminyak. ?Karena berminyak, banyak jerawat muncul di wajahku. Daripada main obat sembarangan, saya percayakan saja pada ahlinya,? kata ibu tiga anak ini. Hasilnya? ?Setelah menjalami pengobatan selama lima bulan, sekarang sudah tidak ada lagi jerawat yang bercokol di pipi. Kulit wajah menjadi lebih kenyal,? jawab kelahiran 9 November 1972 itu.
Kehebatan Natasha ini diakui Budi Suprapto, pakar manajemen pemasaran dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Menurutnya, pusat perawatan kulit dan kecantikan ini telah menerapkan customize marketing, yakni setiap pelanggan (pasien) mendapatkan perlakuan dan pelayanan spesial. Setidak-tidaknya, ia menambahkan, pasien berhak mengetahui proses perawatan yang dijalankannya dan hasil yang bakal mereka dapatkan. ?Natasha tampaknya sudah mempraktikkan sistem transparansi. Pasien tidak ditempatkan sebagai barang mati yang hanya tahu hasilnya dan tanpa mengetahui prosesnya,? tutur Budi.
Tak mengherankan, pasiennya terus bertambah dan cabangnya tersebar di berbagai kota besar di Indonesia. ?Sebagai perusahaan yang dibangun dari daerah, perkembangan Natasha termasuk bagus,? ia memuji. Menurut Budi, Natasha hadir pada saat yang tepat. Sebab, masyarakat sekarang makin peduli pada gaya dan penampilan. Tak hanya perempuan, kaum Adam pun memiliki perilaku yang sama, atau yang disebut metroseksual.
Dalam mengembangkan bisnis perawatan kecantikannya, Fredi berbagi tugas dengan sang istri. Fredi, dengan ilmu dan pengalamannya, mengurusi semua hal yang berkaitan dengan krim dan teknik perawatan, sedangkan Tantri menangani manajemen operasional Natasha Skin Care. Kombinasi keahlian dan kepiawaian suami-istri ini kemudian terbukti sangat efektif membawa Natasha menjadi tersohor, sekaligus memimpin pasar bisnis kecantikan di Yogya.
Sukses di Yogya tak membuat mereka puas. Natasha lalu membuka cabang pertama di Madiun. Natasha Skin Care Cabang Madiun ini bahkan lebih mentereng, lebih besar dan fasilitasnya lebih lengkap daripada induknya di Yogya. Di Madiun, tangan dingin Fredi-Tantri berhasil mengulang kesuksesan. Nama Natasha sebagai klinik perawatan kulit dan kecantikan semakin dikenal. Produk perawatannya semakin dicari orang. Keadaan yang menggembirakan ini membuka jalan lebih lebar lagi buat Fredi melebarkan sayapnya ke kota-kota lain. Begitulah, dalam usianya yang masih balita, Natasha Skin Care telah hadir di Ibu Kota, lalu Bandung, Surabaya, Solo dan Purwokerto. Tak berhenti sampai di situ. Natasha kemudian merambah Jember, Malang, Cirebon, Denpasar, Samarinda dan Balikpapan. Kota Semarang dimasuki Natasha Mei lalu.
Langkah Fredi membawa Natasha memasuki Kota Lumpia terbilang berani. Soalnya, di kota ini ia harus berhadapan langsung dengan dr. Mochammad Affandi, ahli dermatologi yang sudah tak asing lagi di industri kecantikan nasional. Nama dokter spesialis kulit itu sudah sedemikian tersohornya, sehingga banyak pengusaha jasa perawatan kecantikan yang harus berpikir dua kali untuk membuka pelayanan di Semarang. Toh, Fredi tak gentar. Baginya, membuka cabang di luar kota, bukan semata-mata karena ingin memperluas jaringan, tapi lebih karena melihat peluang. ?Kami tidak memasuki daerah yang kami tidak memiliki pelanggan di tempat itu,? katanya meyakinkan. Benar saja. Begitu cabang Semarang dibuka, pasien Natasha langsung antre.
Menurut Fredi, untuk membuka satu cabang klinik perawatan kulitnya dibutuhkan dana miliaran rupiah. Ia enggan menyebut angka pastinya. ?Memang besar investasi pembukaan cabang baru, karena Natasha selalu menggunakan tanah dan gedung sendiri. Ini penting buat keamanan bisnis ke depan,? jelas ayah dua anak itu datar. Selain itu, sejak 2002 Natasha menggunakan peralatan medis dan teknologi canggih, seperti laser dermatologi, yang harganya miliaran rupiah. Kini Natasha Skin Care antara lain mengoperasikan laser remodeling (untuk terapi kulit keriput dan bopeng) dan laser vaskular (untuk kelainan darah seperti teleangiektasi, hemagioma, port wein stain, spider agiona dan varises). Masih ada lagi, yakni laser pigmen (untuk menghilangkan flek, tahi lalat, tato dan sebagainya) dan laser pell buat kulit berminyak dan penuaan dini.
Kehadiran peralatan medis yang menggunakan teknologi mutakhir ini, Fredi mengungkapkan, tak bisa ditawar-tawar lagi. ?Alat-alat tersebut amat diperlukan, karena ada jenis kelainan kulit yang memang tidak bisa diatasi hanya dengan terapi facial atau menggunakan krim,? ia menerangkan. Untuk tanda lahir (toh/bulatan hitam di kulit), misalnya, hanya bisa diatasi dengan laser.
Menurut Fredi, semua investasi untuk membuka cabang dan peralatan canggih yang mahal-mahal itu didanainya sendiri. Ia tidak menggunakan jasa perbankan. ?Selama masih bisa ditanggung sendiri, kenapa harus pakai pinjaman bank?? jawab Fredi retoris ketika ditanyakan masalah itu.
Cara Natasha berekspansi dengan mengandalkan kantong sendiri itu, menurut Budi, menghambat perkembangan jaringan bisnisnya. ?Bagaimanapun, kemampuan finansial pemilik Nataha terbatas,? tuturnya. Ia berharap, Natasha bisa berkembang lebih cepat, misalnya dengan pola waralaba atau pinjaman bank. Tak ada salahnya memang menggunakan model pendanaan lain untuk memacu pertumbuhan. Yang penting, kualitas layanan yang menjadi kunci sukses Natasha tetap terjaga.
Posting Komentar